sajakgelanggang01

ngke lah diedit bhs.ind topogravi nu baek wal bener na mah

Saturday, October 07, 2006

antologi tak jadi tak pa pa

Sajak Viul’ Lia

Luka Sang Jiwa

Senja itu.
awan tak lagi menampakkan cerahnya
kabut awan menghitam,
gelegar petir bersamaan dengan kilat bertabuhan.
Hujan turun dengan lebatnya,
pastikan itu luka sang jiwa.

Tak ada lagi cakrawala yang tertinggal
terpaan angin yang hebat
serentak merobohkan seluruh rasa
yang terbangun sekian lama.
Kini yang tersisa
hanyalah serpihan-serpihan
dari reruntuhan.

Agustus 2002


Sebuah Tanya

Akankah pohon tetap berbatang,
setelah akar ditebang lalu tumbang,
oleh sebilah pedang?

Akankah mawar tetap berseri,
setelah dipetik tak tersirami,
tersengat matahari?
Dan,

Akankah merpati tetap terbang,
setelah sayapnya patah,
tertembus busur panah?

Dari semua itu,
mungkin hanya bias bertahan dengan satu harapan.

Adakah pertanggung jawaban?

Mei 2003




Batang usia

Daun gugur diatas dahan
satu demi satu lepas dan terbang perlahan
Denting-denting waktu yang terus berjalan
Seiring dengan batang usia yang semakin tua
Kaki diatas tanah yang kini terpijakkan
Saatnya telah datang untuk terpapah kearah harapan
Masa depan yang ada dihadapan
adalah tumpuan akhir tujuan kehidupan
Sampai pada waktunya harus tertahan
dalam sebuah keabadian…

Oktober 2003

Sajak A.A Taryana


Hujan bulan

Di bawah caya bulan kesepian memuai
Kuhamparkan kecemasan pada bintang
Dalam diam malam seperti mata pisau
yang siap memotong mengiris hati
Maka malam serasa lama pergi
Hujan datang gigilkan bumi

Jatinangor,Februari 2004

Hujan Bukan Bulan Juni

: SDD

Gemerlap dirantingnya mawar merayap
Merekah indah di halaman rumah
Yang menetes airnya diujung duri
Tapi bukan di bulan juni

Februari kuyup ditikam hujan
Bersama angin malam membisu

Ini bulan bukan juni
Hujan yang tiba menghapus kenangan
Juni basah kini tak ada
Tapi februari beku gelisah

Bulan ini tak merahasiakan
Tak menghapus, tak membiarkan
Hasrat meronta dalam dada
Kecup bunga mawar itu

Jatinangor, Maret 2004

Saksi Tabu

Gatot kaca yang dulu gagah
menjadi tak berarti
saat tabu mulai menjadi saksi

Majalengka, Januari 2004

Luka Yang Menganga

Kata bijak adalah perempuan agung
Yang meneduhkan *

; …uhan…!
Darah mengucur, nanah mengalir deras
Di antara pori-pori tubuhmu
Muara dendam kau endapkan
Menjerat mati keras hati
Dan ketika sajak-sajak tak setajam kampak
Tak bisa kau pakai untuk membelah jantung
Merobek telinga dan dada hingga berdarah

Ke laut kata-kata mencari sebilah pedang
Takkan bisa tertemui ketika lelah menjadi amarah
Dan perih kau sandarkan pada bumi
Mengadu pada tanah basah yang gelisah
Segeralah kailkan pancing ikan di tengah laut
Agar doa menjadi sebuah sabda agung

Sanggupkah kau menjadi seorang jagal
Menyembelih tubuh sebongkah patung
Yang berdiri angkuh menghadap langit
Sampai roboh menjadi abu?

* sms dari Baban. B

Jatinangor, Febuari 2004


Sajak Widaningsih

Untukmu

Adalah hatiku yang selalu rindu
Tatapan matamu yang sendu
Dan sinar redup didalamnya
Kureguk sejauh cinta
Kureguk sejuta mimpi
Kureguk segenggam harapan padamu
Sebab memang aku mencintaimu
Kasih…
Relakan diriku menyelam dalam dirimu
Mengayuh pada batang-batang wajahmu
Agar getar hatiku tak jadi runtuh
Pasrah pada ketiadaan
Mimpiku adalah sejuta duka
Bila tak ada engkau didalamnya
Berlari…
Menyongsong matahari dipagi hari

Agustus 2002


Akhir Sebuah Penyesalan

Gerimis menangis
Aku tak tahu…
Jika kenangan manis kan tehempas
Walau bertahan
Walau tak ingin kunjung hiking
Gerimis menangis bunga yang lembut
Begitu kejam masa lalu
Seakan merenggut harapan
Menjerit…merintih
Hancurnya sekelumit hati
Diujung penyesalan diri
Ditemukan disana
Secercah keinsyafan
Mengapa dulu begitu cepat
Cinta berubah dikesamaran
Hingga cita-cita ditangguhkan
Begitu kejam, akhir sebuah penyesalan

Agustus 2002

Sajak Surya

Nunggu

Habis ini umur 20 tak lagi
Manusia belum jadi
Tapi kenangan bertubi-tubi

13 maret 2004

Sia

Tuan pejalan larut, kalau ditengah malam yang dingin
saya hanya tertidur akibat lelahnya pekerjaan siang.
Maaf, karena amat lelapnya saya tak mendengar orang yang berkeluh
hingga mengakui dirinya sebagai pendosa.
Di subuh yang damai saya baru menghapal jejaknya, memungut
Puisinya, dan masuk kembali untuk menyudahi pekerjaan lain.

Januari 2004

(tak ada judul)

Ada bintang yang terenggut dari pelukan malam.
Katanya, “Aku bosan memberi terang dari jarak yang panjang.”
Malam berteriak-teriak
Katanya, “Ini sabda alam, suratanmu bersama kami!”
Bintang terangnya menentang tapi terus sayup merunduk redup.
Katanya, “Aku ingin turun ke bumi”
Malam pekatnya kian legam, tak lagi kuasa mendekap bintang, wajahnya
pucat.
Katanya, “Kau tetap janinku.”


Sajak Icha (R.D.S)

Gadis di Pojok Kelas

Wajahnya putih, pucat pasi
Matanya sayu penuh misteri
Ia menatap tanpa arti
Dengan luka dihati duduk menanti



Patung Dewi

Aku ingin berkata
tapi tak pernah biasa
Aku ingin menangis
tapi tak terbiasa
Aku ingin memeluk
tapi tak sampai
Aku…
Hanya diam


Just For Me

Aku tak ingin berbagi
denganmu
karena ini adalah lukaku

…is

angin malam menangis
sunyi itu kembali mengais
meraih-raih hati yang teriris
saat sosok bayangmu melintas segaris
ingin jauh-jauh aku menepis.





















Wemmy al-Fadhli

Taman Rusa Istana

Di balik menawannya taman rusa depan istana
Ribuan darah para buruh dan petani
menjadi minuman penuh gizi
bagi boneka anjing putra-putri raja dan permaisuri
Terdengar lengking gonggongan anjing-anjing palsu
dari pancaran muka angker para serdadu penjaga gardu :
“ Negara ini kami jaga untuk segelintir orang-orang serakah
yang menjadi penguasa negeri !! ”

Taman rusa depan istana itu,
hanyalah dongeng dan sebuah mimpi
bagi kebanyakan rakyat yang hidup tertindas dan terus melarat
padahal mereka katanya,
dari orang-orang tuanya, ikut memiliki
mereka katanya, juga ikut mewarisi
negeri bangsat dan pura-pura terhormat ini

Kawan-kawanku,
jika sudah tak bisa ditemukan lagi sedikitpun makanan
barang sekedar pengganjal rasa lapar di perutmu

Lihat di sana !
ada rusa-rusa subur yang memanasi rasa sakit kita
perlambang hisapan upeti
dari kelayakan hidup yang tak lagi kita miliki
seolah-olah mengejek
dari balik megahnya istana para bangsawan anak cucu turunan raja-raja

Mari pertaruhkan nyawa
SANTAP !!! rusa-rusa lezat depan istana
itu semua pajangan palsu
menutupi nyatanya penderitaanmu


















TENTANG CINTA, KEBENCIAN DAN TUHAN

Ada sepadang rasa sayang
belum sempat kuucap
di tengah taman bebunga indah
dengan begumpal harum kasih
mengetuk di satu sisi hati
Itulah sebab,
belum pernah aku menyatakan
barang sepatah kata-kata perpisahan
yang membuat aku sanggup
untuk melupakan, kalian...
***
kau tak mau mengalah, aku pantang mundur
pun, tak ada celah buat kompromi
( karena kita bukan orang-orang pengecut )
antara aku dan kau, hanya ada satu kata
bunuh !
***
Aku mencintaiNya, atas izinMu
Aku memakiNya, atas izinMu
Aku mengingatNya, atas IzinMu
…..
....

..
.
dan mungkin
atas izinmu pula,
aku barangkali
sedang
lupa



SEORANG SISWA NEGERI KEBEBASAN


Seorang siswa di negeri kebebasan berpikir,
mengajari ibu gurunya dengan segundah tanda tanya :
kita hidup di negeri rajanya demokrasi, ibu
tapi raja kita seorang yang begitu berkuasa
hingga kita tak tahu lagi musti bicara apa
kita hidup di negara yang sangat menjunjung kemerdekaan, ibu
namun pada sebuah negara di bagian lain dunia sana
prajurit-prajurit kita sedang menjajah dengan begitu pongah
kita hidup di tempat yang begitu makmur, ibu
sehingga kadang kita merasa hanya sebuah dongeng
mendengar kabar ada orang-orang yang modar karena rasa lapar
kita hidup diantara manusia-manusia cerdas, ibu
sehingga hanya kitalah yang berhak
mengajari orang lain tentang apa yang benar
tak ada yang ingin ini berakhir, ibu
hingga negeri kebebasan ini akan selalu terwarisi pada kami
kita hidup bebas
dengan menghalangi
orang-orang selain kita
bebas hidup
begitukah ibu guru ?
dan apakah akan selalu begitu, ibu…




Sajak Moh. Baihaqi


Dengarlah, Nin!

Aku sudah tak berdaya didera cintamu

Aku telah mati tergilas pesonamu

Lunglai di bawah tatapanmu yang mengiris-iris


Kaulah yang membuat hujan air mata

Kau belah langit dengan pelangi hitammu

Menbanjiri kenangan dengan turbulens


Aku bisa tampil ramah dalam marah

Tertawa senang dengan hati tercekik

Namun jika kau mulai mencambukiku dengan senyummu

Air mataku tak bias berhenti…


Aku bias saja lari

Pergi tak peduli hari dan hati menulisi pagi tak terbakti

Dan tak pernah menoleh lagi


Namun, hati tetap misteri abadi

Tak pernah ada pelarian ketika kenikmatan tercipta dalam ketersiksaan…

2003, HQ Soephandy
Untuk Nina Natsuli Tazo:
Tolong carikan serpihan hatiku
kemarin dia tercincang samurai yang kupuja…


Rasyid

Ketika?

Ketika..
pertama kaliku, berjumpa denganmu, menatap dan mengenalmu,
hatiku mulai bergetar
Ketika…
Kau menjadi milik seseorang, berjalan bersama lelaki yang
tak kukenal,
Hatiku mulai gusar, penuh dengan rasa Tanda Tanya,
rasa ingin tahu dan ingin rasaku untuk menghampirimu
dan bertanya!
Lalu…
muncullah pertanyaan dalam diriku,”Mengapa
bukannya diriku yang menjadi pangeran bagimu,
pangeran yang dapat menjagamu, melindungimu,
pangeran yang bisa membuatmu bahagia dan dapat
menemanimu dalam kesepiamu?
Ketika…
lelaki tersebut hilang dari hatimu,
getaran cinta di hatiku semakin besar, dahsyat dan
tak terkendali, ingin rasa untuk mendapatkan
Cinta tulus darimu
ketika…
sekian lama harapku untuk mendapat cintamu,
meskipun,
diri ini tersiksa, menderita, aku tak peduli
Karena cintaku padamu tulus!
Ketika…
dengan IzinNya, akhirnya harapku tercapai.
kau dengan tulusnya, ikhlasnya dan berbaik hati
telah membukakan pintu hatimu, untuk menerima cinta
Sejatiku!

Dan ketika…
cinta kita telah bersatu,
Aku berdoa, agar cinta kita Abadi dan bersatu
selama-lamanya, hingga hanya kematianlah yang dapat
memisahkan cinta tulus kita.
Jan 2003



.
Cinta

Berikanlah cinta tulusmu
pada ku..
maka kan kujaga sampai mati
kan kutitipkan cinta suciku
pada mu
maka jagalah cintaku dalam jiwa ragamu.

Des 2003

Sepi!

Saya sendirian di pojok-pojok kehidupan

Des 2003


Diam…!

Diam… diam… diaaaaaam…
Diam… diaaaaaam… diam…
Diaaaaaam… diam… diam…
Diam-diam, aku masih Cinta DIA!

Penuh dosa, 2004



KAU

Ku tahu, Kau selalu ada disetiap perjalanan hidupku
Ku tahu, Kau selalu mengawasiku
Ku tahu, Kau selalu menjagaku
Tetapi,
Mengapa KAU biarkan aku terjerumus dalam lubang apiMU?

Penuh dosa,2004







Sajak Iis Fatimah


Kemanakah Hilangnya Kata-Kata

Kemanakah hilangnya kata-kata
Dimana mereka semua berkumpul
Bersatukah mereka atas baik-buruk
Atau saling memisahkan diri

Kemana hilangnya kata-kata kita
Apakah mereka hilang begitu saja
Sesudah keluar dari mulut kita dengan bebas
Atau suatu saat mereka ‘kan jadi saksi

Atas pertanggung jawaban kita kelak?

Muharram 1425 H


Adalah Aku Lalai?

Mengingat hari itu !
Semangatku bergelora
Menghadapi kilauan itu !
Aku tergoda

Lantas segera kuukir diriku
terasa kurvaku ini menurun
Dan ingin kunaikkan lebih tinggi lagi
mestilah Aku Istiqamah















Sajak Nurry Love


Surat kecil dari Ku untuk Mu

Tertulis kesepianku pada sisa air hujan yang bergulir
di punggung daun pada puncak pepohonan yang tumbuh
di pinggir kali.
Aku kekalkan kesunyianku
Hingga bat-batu tenggelam dalam keheningan semesta
Seperti senyummu membenamkan dalam pada arus
Cinta yang kehatimu akan kulayarkan perahu jiwaku.

Meski topan dan badai kehidupan menggulungku
Meski jarak aku dan kau terpisah dua kota dan lagu
“Apa yang kau harapkan dariku?”

Tanyamu hanya angina dan ranting pepohonan bergeseran
Lalu…
Udara yang kuhirup terasa sangat harum bunga melati.
Isi kalbuku gemetar mengingat keindahan cahaya matamu.

Bogor, 12 februari 2002























Ia harapku


Ia menatapku penuh kasih. Mata beningnya memancarkan
cahaya cinta Cinta abadi Cinta seseorang
senyum yang menghiasi bibirnya seakan mendorongku
untuk selalu tersenyum dalam menghadapi pahit
getirnya kehidupan ini.
Bagiku,
Senyum itu tak lagi hanya sekedar senyuman
Tapi,
Sudah menjadi semacam energi cadangan yang mampu
membuatku tetap tegar dalam menyelusuri telapak-telapak
kehidupan ini
ingin kurebah diriku dalam pangkuannya.

Aku tumbuh dalam asuhannya kurasakan betul betapa
Ia mencintaiku. Ia merawatku dengan penuh kasih dan mencurahkan segenap perhatiannya.

Aku berjanji untuk membaktikan hidupku
Ku melakukan sesuatu untuknya agar ia menemukan
suasana baru yang akan membuatnya lebih tenang.

Kucium tangannya
Sesaat kutenggelam dalam keharuan
Jari-jarinya membelai rambutku.



















Sajak Agitagat


MATA KAKI

Subuh

Ketika itulah tuan melepas dan aku bernafas. Deter darah panas harus puas dalam rimba buas. Tak lagi sepi, tak lagi sendiri, ini warna penuh warni. Sementara sejuk terus melekat, berasa hangat didekap kuat. Senang. Riang. Senandung penuh nyanyi dan tari. Tak tahu luka, tak tahu duka, yang ada suka, yang ada bahgia. Terbata dalam kalimatku menyeru saja pada ibu. Pisau tak nancap duri tak lekat semenanjung hari terus berseri. Masih putih, masih bersih tak pernah terbayang semua yang pantang. Tanah masih ramah, air baru ngalir, angina masih dingin, sinar baru pijar. Dunia mengejar bila sakit menjerat bilasenang berdendang. Ah, sungguh senang, sungguh riang. Tak tahu rimis menangis atau merah marah. Ketika itulah bebas tiada batas.

Jatinangor, 12 desember 2002

Pagi

Mulai Tanya. Mulai tanggah. Mulai resah. Mulai gelisah. Mulai dosa. Mulai bias. Mulai luka. Mulai duka. Mulai duri. Mulai ngeri. Mulai lari. Mulai sembunyi. Mulai takut. Mulai kalut. Mulai sikut. Mulai balut. Mulai buas. Mulai ronta. Mulai lantang. Mulai terjang. Mulai jarang pulang. Mulai muak. Mulai tuak. Mulai mabuk. Mulai tangkap. Mulai sekap. Mulai tabu. Mulai tabir. Mulai tolak. Mulai gaduh. Mulai seru. Mulai aum. Mulai mesum. Mulai cium. Mulai rindu. Mulai candu. Mulai dadu. Mulai ngancam. Mulai nikam. Mulai hitam. Mulai tak terjawab pun harus terjawab, pergi mennantang pagi dengan sembab.

Jatinangor, 13 desember 2002

Menjelang siang

Hah! Terhiyung jebak inferno. Pemburu waktu. Aral dibatas cadas hawiyah, desis hasyis, najis! Lelah, gegabah, nyandar ternyata hawar. Terbata gusar berdiri mencari hawari, tapi sungguh ini jalan penuh duri. Tak puas, tak puas, buas. Menunjuk, nunjuk ke atas. Putaw, candu, kadang masih juga tersedu. Bertanya : Apa itu jaswadi ? tiap pantang diterjang. Sampai tulu.

Goyah. Terlalu goyah sampai pongah

Jatinangor, 14 desember 2002



Siang

Barah. Terdadah payah
Tak mengapa, badan tak boleh rebah
Karma lelah berarti kalah

Di tangan belati sudah tergenggam
Jadi jangan ganggu pilihan hanya menikam

Bumi adalh tempat perang
Membunuh adalh cara untuk menang

Aku punya nyanyi dan tari sendiri

Tak usah perduli
Sebelum salah satu harus mati

Adtmu, itu cara jalanmu
Cara jalanku, itu adatku

Di duniaku suara harus lantang
Darah jadi bahasa
Air mata tak ada arti

Maka, acungkan pedang
Tabuh gendering
Siapkan kuda, pacu berlari kencang
Maju maka menang

Jatinangor, 16 desember 2002

Sore

Ternyata cucur juga air mata.
Mata air mengalir menuju penghulu.
Penghulu nikah kan aku Karen hanya kau yang tahu.
Tahu yang tak pantas.
Pantas tak intip celan dalam tuhan!
Tuhan dalam hati murka, naik pitam-NYA keatas ubun, banjir di
bumi.
Bumi digetarkan-NYA sampai panik orang-orang.
Orang-orang panik menyalahkan diri, digebukin mati.
Mati digebukin bikin malu keluarga.
Keluarga malu menangis tersedu-sedu.
Tersedu-sedu menangis gara-gara kita.
Kita gara-garnya.
Gara-garanya kita ingin tahu semuanya.
Semuanya tahu harus ada yang tetap tabu.

Jatinangor, 16 desember 2002

Senja

Hari sudah teduh. Sedang diri tak selamanya bias gaduh. Ini saatnya merenungkan tiap peluh. Melihat sebrapa jauh jalan yang ditempuh. Di pantai, karang diterjang ombak bertubi. Hingga beberapa terseret ke tepi. Karena ia memanggil tiada henti. Mengajak kembali menuju laut. Tempat barah dan luka dibalut. riak suara sayup minta disahut. Di dadaku sesak masih sisa beberapa. Tapi aku kini masih bias menahan. Karena hidup harus bias menerima. Reguk pahit yang ikut tertelan. Hidup adalah menggambar lembar-lembar. Tiap hari punya warna sendiri. Dan ada, saatnya diri tersandar-sandar. Karena waktu tak selamanya mampu dikejar.

Jatinangor, 15 desember 2002





























Sajak Kressa Gojin

Senja terakhir

Trategiku hampir jitu
Begitulah senja terakhir,
Senja terakhir hamper membuat
seluruh darahku terhenti
hingga akhir senja menatap mulai
dari setengah senyum hingga sampai
satu persepuluh senyum, atau bahkan
bermimik tajam, sehingga terlihat
keindahan senja yang terkubur oleh
malam.
Senja terakhir sangatlah indah
dan manis, akupun bisa menikmati
akhir senja, tapi aku hanya bisa
menikmati senja terakhir itu sebentar.
Hingga akhirnya aku sadar bahwa
Senja itu bisa kunikmati selama lima
Bulan lebih.
Saat itu senja terakhir tak lagi
bisa dinikmati. Tapi aku bersyukur aku
masih bisa melihat senja yang
berlalu begitu saja. Dan melihat
senyum senja terakhir dengan
satu perduapuluh senyum
dan senjapun terlalu indah
untuk dinikmati aku.

17 november 2003

(tak ada judul)

Dengan rintihanku
meminta sebuah cahaya
dikala Kau senang
aku menderita
CahayaMu tumbuh
dikala kegelapan mendekap Nistaku
kau lebih tinggi dibanding langit
aku hanya secarik debu-debu
berserakan diantara buni dan langit
PadangMu begitu luas dan buas
Namun keluasan itu membuatku makin sempit
Untuk segera bergerak seta diarak
CahayaMu membuatku silau, Akupun merunduk!!!
Ada tujuh matahari diantara Kau dan Kami
Dataran menjadi rata dihempas angina. Rebut
Dihempas badai disered bumi serta disemburkan
Gelombang yang tak terhenti menerpa terus.
Jiwa ragaku mulai goyang dan melayang
Kulihat beberapa barisan dari arah timur
Aku tak tahu barisan siapa itu?
Dan akan kemana barisan itu?
Ada beberapa bendera dalam barisan itu
Mereka berjalan bagai tornado, kuat, sangat kuat
Tapi aku hanya debu, debu dan hanya debu
Aku sempat terinjak dibawah kaki mereka
Dan!!!
Aku tau harus berlindung pada siapa
Aku pun sadar
Saat ini aku berada di mana!!!

22 Desember 2003

Dia mencintai aku

Dia mencintai aku
Seiring denting gitar berdawai sendu
Sunyi hati dia karena aku
Aku tidak mencintai dia
Dia terlalu kotor untukku
Seiring gelegar guntur bercahaya letup
Ah, persetan dengan dia
Dia mencintai aku
Dia mencintai aku
Bulan, bintang, dan seantero alam
tahu akan cinta dia
Violin sendu gemetarkan tubuh dia
Tapi aku diam saja.
Memandang, memandang, memandang
Sebelah mata, itulah aku.
Malam, pagi, siang dan sore begitupun
Dengan senja bersahaja melihat dia
Dia terlalu cinta
Dan selalu mencintai aku
Irama tetesan hujan sunyi
Menerpa dari ujung awan hingga ke tanah
bumi. Aku tersenyum, tertawa, hingga tak peduli
begitulah cinta dia jatuh ke bumi
cinta dia seperti angina. Menurut aku
berlalu, berlalu, dan berlalu, juga berhembus!!!
Sudah itu lenyap ditelan langit dan bumi

Dan Dia adalah Aku

8 Oktober 2003


Punggawa keukeuh (untukmu yang berpolemik dengan brokoli, maaf meminjam nama ini)

Tanah
(sebuah apologie)

Tinggal sendiri Ia dalam sembab
Senyap
Sebab jika siapapun yang hendak bertanya
selalu dijawabnya, “Vagina!”
Kecuali robekan senja paksina yang
Senantiasa erat. Juga waktu yang kian
Diburu.

“Kaukah itu?”
Dikutuknya ; Angkuh!

Sampailah ia di persimpangan itu. Antara
bayang-bayang petang di gurat tangannya.
Senja yang telungkup (berahi yang manja)
Bukan hendak meminta-minta, selama
ini ia hanya hidup dengan kata-kata.

5 April 2004

Mencari Rene

“Selamat pagi pemuda, Kau hendak kemana?”
“Aku mencari Rene. Kau melihatnya?”
“Beliau telah mati. Kembalilah saja. Cobalah esok atau lusa.”
Ia pun kembali, carikan kertas itu masih digenggamnya.
Cogito ergo sum. Dan ia pun tersenyum sendirian saja.

Desember 2003




Janji
Mojang wawacan

Jam delapan pagi hari ini aku mesti berjanji.
Kau, siapapun dan tentunya apapun yang bersedia
Menjadi saksi. Sialnya, tak ada satupun
kecuali sepasang merpati yang asyik bikin
pelangi di atas kali ; berdosa atas hujan. Dan aku,
berdiri telanjang kaki, menghardik Bimasakti!
Pernah pula ia menyaksikan kita tergopoh di
atas ranjang, membalut luka dengan kata, menggugat
keheningan malam sambil sesekali mengentaskan keringat pucat.
Jam delapan ini aku mesti berjanji sementara yang tampak
tak lebih dari sekedar iri.

(Planet mungil ini pun seakan tak mau peduli).

April 2004


Sajak Pipin

Proyek

Satu rambut
Sepuluh ribu, mas!

Bandung, awal Januari 2004

Citra sebuah purnama
Untuk: Y

Citra sebuah purnama
Terendap di lekuk-lekuk wajahmu
Di balik tirai rambutmu
Terkuak keindahan duniawi
Yang selalu memancarkan rona prameswari

Di tengah bingar hawiyah
Senyummu
Jadikan norma yang lestari

Bandung, 21 maret 2004



Gurat sebuah takdir

Riang bertebaran di siang hari kemarin
Lambaian janur kuning mengantar cita perawan dan bujang
Lantunan syair-syair cinta mengalun merdu
Disaksikan benderang awan putih
Yang berarak menyunggingkan haru di bawah langit biru

Pada beberapa waktu

Sengguk tangis menjalar
Menyelimuti mentari yang berduka
Tak ada tawa
Air mata jadi harga sebuah rasa
Rasa yang penuh dengan sesak dan sesal
Tak kuasa menahan lara
Ditinggal belahan jiwa

Dia pergi
Ditemani kafan dan doa

Jatinangor, 23 Maret 2004


Sajak Bule

Wasit Yang Agung

Jika Anda wasit yang baik,
Semua penonton akan pulang sebagai kawan

Jatinangor 2004

Topeng Kecantikan

Aku Jatuh hati
Pada perempuan yang diterangi cahaya lampu neon
Pada etalase-etalase pertokoan

Jatinangor 2004






SMS-kan pada tuhan!

Tolong sms-kan pada tuhan
Lewat sinyal malaikat jibril
Katakan, terlalu deras hujan airmata mengucur
Dari mata negeri kami

Jatinangor 2004

Awal Yang Indah

Mari!!
Mari!!
Satukan badik revolusi

Jatinangor, April 2004


Sajak Adi Dwi rianto

Musyrik

Tuhan
Karena lapar
Aku jauh dari
Kau!

Jatinangor, 2002


















Sajak Rifa ‘saja’

Alamku

Daun kering jatuh
Teriak…!
Kuncup muda tertawa riang
Ha… ha… ha…!

Ah…!
Dunia memang bulat
Kejam… sadis…
Orang
teriak, menangis, mati
tertawa, gembira, senang

Aku mematung tegap
Menantang
teriak, tangis, mati

Ini kejam…
Sadis…!



Jatinangor, 15 Februari 2004

Sajak Cahya Syuhada


Sepucuk Undangan

Ada seonggok pilu dalam hatiku
menggigit kebesaran lembaran jiwaku
hingga robek mata mengisakkan tamgisku
bukan karena ketidakrelaanku…

Ada seonggok ngilu rajam batinku
mencubit ketinggian debaran sukmaku
hingga menyuburkan benih-benih sesalku
bukan karena ketidakrelaanku…

Atas kupanggilnya sepotong hatiku
Senja itu

Melainkan aku tertimpuk setumpuk malu
menjaring bayang aku tak mampu
bilamana surat itu datang untukku
bingkisan apa yang telah kubentuk untuk
menghadiri undangan akbar-Mu

Tuhan…
Beri aku kesempatan: mempersiapkan
kado istimewa sebelum Kauantarkan
kepadaku sepucuk surat undangan

Jatinangor, 2002

Teman Sejati

Kesunyian
merayapi hari-hariku

Perjalanan tak seberapa
jauh ini
terasa panjang

Rapuh, ringkih,
Goyah jiwaku
Tanpamu…

Sukabumi, 01 desember 2003

Situs

Htttp://www …
Di situs ini dulu kita bertemu
indah sekali sapamu saat itu :
studi ke irak
Lucu, jawabku apa adanya
Ah…
sahabat kini engkau di mana
surat-surat yang kucompose
… send …
tak pernah lagi kaureply …
sembilan puluh sembilan hari
di situs ini aku merasa sepi …

Jatinangor, 27 maret 2003

Sajak Si Makhluk Maniez” Lembenk

Monalisa

Ah…sayang
Monalisa pun jadi tak berarti
Bila kau t`lah tersenyum dihatiku

21 Nov 02

diriku ingin menjadi
sebuah pertanyaan di dirimu
yang tak bisa kau pahami
dan dibisikkan suara hati
21 Nov 02


Kariver
Dirimu kadang menjadi
Bunga dan tahi di sudut mataku

21 Nov 02

Aku mencintaimu…
Kau tahu
Aku lebih tahu…!
Tapi,masih ada rahasia
Saat kau satukan
Bibirmu dan bibirku
21 Nov 02
Cinta adalah makhluk halus tak bernyawa
Yang kehadirannya memisahkan jiwa dari tubuh manusia
Dan kadang mencampakkannya dalam bening airmata

21 Nov 02








angin menyapa
“ia rindu padamu”
daun berbisik
“ia rindu padamu”
sungai bernyanyi
“ia rindu padamu”
lembah bersahutan
“ia rindu padamu”
tapi, aku tak tahu apa itu rindu ?
yang kutahu hanyalah memejamkan mata dan
menenangkan hati bila ingat dirimu

21 nov 02


Suatu Malam di Jatinangor

dari rasa dingin yang menusuk ini
kutulis puisi rindu untukmu
yang menjelma saat gerimis berlalu
terasa syahdu

kududuk di atas bintang senandungkan lagu cinta
namun hanya sepi yang bisu yang mendengar lagu itu
kubaringkan diriku di atas awan kelabu
tapi kusadari aku tak kuasa atas rindu ini

rindu ini akan terasa sangat panjang
perasaan ini akan sangat bertambah mesra
bila kau tahu apa yang saat ini aku rasa
aku rindu padamu

t’lah kurajutkan rindu ini dibalik sela udara
‘tuk temani kau dikala pagi dan senja
dan t’lah kuanyamkan cintaku di rasi bintang timur
agar membawanya ke barat, kepadamu

malam ini terasa sangat indah
saat kau tersenyum di pelupuk mataku yang basah
diantara mata-mata malam yang menikam
dan embun yang membasahi dedaunan

aku rindu padamu wahai mahluk manis
tak kurasakan t’lah berpa malam kita berpisah
meninggalkan suara-suara manjamu
dan kenangan di malam tanggal satu

kutahu kalau cinta tak selamanya dekat
tapi ‘kan kucumbu jiwamu tanpa merasa jemu
dan cintaku padamu saat ini
tak pernah terasa sendu

ada satu bidadari menangis untukku
ia rasa gejolak dihatiku
dan kutatap ia seraya berkata
“Sampaikanlah rasa ini untuk kekasihku”

dari gerimis yang telah berlalu
aku rindu padamu
dari perasaan yang terasa ini
aku jatuh cinta padamu


“080103”

Senja Kesorean

Ini kali ribuan rindu ku-sulam
Titik hujan di daun jarak
Reguk manis tanah kecupan
Air sungai di laut pelukan

Ku-sulut lama dalam hati
Api bersua mata nanarmu
Bagai larik dan nada indah di[etik
Dalam pangkuan dan keheningan elusan

Lembenk A 01








Sajak Jon

Kisah Penjual Baju

Ayo! dijual! dijual!
Siapa cepat dia dapat
Disini harga murah semuanya
Ayo! dipilih! dipilih!
Pintar milih dapat barang bagus
Pintar milih dapat barang mulus
Dijamin bagus dijamin mulus
Ayo sepuluh tiga sepuluh tiga
Yang tangan pendek dua ribu empat
Yang tangan panjang BANGSAT!

Sajak Nurul

Kering

Sungai telah dikerontangkan
Arus air telah dikeringkan
Terik matahari
Tak ada lagi arah yang dituju
Asa ingin menyerupai gunung di sekeliling
yang selalu tetap kokoh berdiri
kini, kerikil telah menghalangi
menancap, tajam kesabaran
Lepas…

11 April 2004












Sajak Feny Adriani

Selesaikan Dulu Yang Ini

Lelaki itu berdiri menghadap senja
Anakku mati besok
Sudikah kutukar nyawaku untuknya

Aku sendiri yang kan berhutang nantinya
Izinkan aku sekali ini
Menggantikannya di sisi-Mu

Anakku mati besok
Dan aku hanya bisa berbincang denganmu
Perkara apa yang akan kau kerjakan nantinya

Januari, 04

Kupungut kau dari sana

Dan tak seorangpun kan angkat bicara
Saat bisu mulai mengelabui

Raga ini pun enggan beranjak
Dari sebuah prasasti akan hidup

Tak adakah yang akan memulai
Berarti meninggalkan hidupnya

Lalu untuk apa aku repot-repot menjemputmu
Untuk mengambilmu dari keabadian

Karena kau tak pernah sama sekali ingin kusentuh

Januari, 04



Sajak Nugi

Aku Pengen Kamu Ngasih Judul buat
Puisiku Ini

Aku pengen ketemu kamu
Pada lorong-lorong sunyi
Pada subway-subway tanpa lampu

Aku pengen berbagi nafas dengan kamu
lalu mencium bibir kamu dengan api
Kemudian lidah kita bertemu
Saling meliuk-liuk
Seperti naga pada dongeng-dongeng Cina klasik

Aku pengen kamu membakar lorong-lorong sunyi
Lalu memasang lampu-lampu spot tepat diujung subway itu

Bandung, 14 februari 04

Sajak Gembi


9 juta lagu pop diciptakan pada
kunci C dibantu [modernized
elektro] dengan suara-suara
buzz perih sampai-sampai
[modernisasi] membuatku ingin
selalu dekat denganmu

:yang tumbang, 2004


pada waktu-waktu tertentu
kita harus belajar dari anak kita
bagaimana cara membunuh istri kita
sesegera mungkin

:yang tumbang, 2004




Sajak Ika Mustika

Garisan Hati

Hangatnya matahari pagi
Menemaniku dikala hati sedang sepi
Aku yang sunyi sendiri
Meratapi nasib diri

Aku pun enggan mau mengerti
Semua masalah yang menyelimuti hati
Apalah daya semua harus terjadi
Kau yang ku puja telah pergi

Kamar, A’06

Kegalauan

Aku berjalan tanpa arah
Hati yang galau tak mau musnah
Apalah daya ku tak mengerti
Memang semua harus terjadi

Malam yang begitu gelap
Seakan angin pun ikut berbisik tanpa harap
Mengapa kau hanya menatap
Seperti semua tak mau terucap

Aku hanya diam
Mengharap yang tidak akan ku dapat

Gelap,A’06













Sajak Eva. Y

Labil

Kering
Terhempas
Kosong
Tak bernyawa

Hampa
Terdiam
Dan…
Gelap

Jatinangor, 17 Maret ‘03


Sesuatu Yang Menyuarakan Sakit

Pagi mendesirkan angin
Pada rumput-rumput liar tanpa kata-kata
Awan bersikeras tersenyum
Menyapa hamparan suasana
Yang tak pernah diam

Ada jiwa berdiam parau
Ada kilatan kekuatan di sana
Sayang…
Kerapuhan
Telah hadir membekas bagai pelangi

Tersuruk…
Tanpa arah
Tanpa makna
Merekah
Menusuk kalbu
Sanubari tertelanjangi
Sakit…

Jatinangor, Maret 2004


Rumpun-rumpun Kering di Padang Gersang

Sekarang…entah sampai kapan
Terkapar dalam beku
Sisa-sisa bara, menuntun hati
Berjalan dalam padang gersang
Tertatih…penuh ilusi
Fatamorgana
Anagn-angan
Dan seonggok harapan
Tanpa kenyataan

Terdiam…tafakur
Rumpun-rumpun kering
Tersaput daki
Kian kelam
Menerbangkan semua
Tanpa tersisa

Terdiam…tafakur
Yang terpampang
Tanpa kasat mata
Nyata, rumpun-rumpun…
Merintih…dalam ketidakpastian
Ketidakberdayaan…dan
Selalu mencoba
Tersenyum dalam kegetiran
Abadi…














Indra Setia Hidayat


Dirimu Yang Tak Berduka

Untuk dirimu yang tak berduka
Sebuah senja telah ku bawa dalam beberapa rupa
Dan semua itu tak ada satupun yang terluka
Walau satu diantaranya telah terlupa

Dimana sebuah jeda waktu yang tak terasa
Membuat luka hatiku semakin terbuka
Yang tak mungkin diobati oleh sebuah dupa
Kini api ketakjubanku semakin terpana

Hanyalah dirimu yang selalu tak berduka
Kala sedia mati untukmu hanyalah seribu pengorbananku yang nista

2003


Ketika Malam Panjang Berakhir

Gerimis kesunyian malam telah berhenti
Dukaku pun tak pernah lalu
Lama menghindar yang baru tersanjung
Yang kupikirkan pun tak pernah terkesima

Hanyalah sebuah keinginan
Yang terbalut dalam sebuah keabadian
Hingga mencapai Euphoriaku
Sebuah ketakutan untuk mencintaimu

2003

Sekedar Rindu
Ku tulis sebuah puisi dari api
Yang baranya tak kan pernah mati
Hingga mencapai titik puncak dalam sebuah sepi
Yang hanya akan menjadi sebuah mimpi
Sendiri dalam jati diri
Yang tak akan pernah terkuak dalam sebuah sunyi
Hanyalah sebuah kerinduan untukmu di masa depan nanti

2003

Tentang Kematian

Tentang kematianku esok hari, tentang kematianku kala ini
Dan tentang kematianku di masa depan
Yang selalu ku impikan dengan benar

2003

Rosanaku, Rosanaku

Rosanaku, Rosanaku
Engkau tak pernah memberiku sebuah kecupan
Hanyalah sebuah lidah yang mencibir diantara dekapanku
Engkau tak pernah memberiku arti Cinta
Hanyalah sebengkal nafsu dalam dadamu

Rosanaku, Rosanaku
Seandainya Engkau mengerti kecupanku
Tak ada lagi jalan kesengsaraan diantara kita

2003

Sajak Ardea Rhema Shikar


Malaikat Yang Menyamar

Suatu hari saat aku berangkat sekolah
Sekelompok malaikat terbang sangat rendah

Supaya manusia tidak bingung
Mereka menyamar jadi capung

“ngung…ngung,” capung berdengung
Membisiskkan sebuah rahasia

“sst…jangan bilang siapa-siapa
Pagi ini kau sudah melihat surga”





Selamat Pagi Daun Kering

Sari matahari
Yang disaring rimbun pohon kenari
Menyapa daun kering yang murung:

“jangan sedih jika tak lagi menggantung
Karena gugur berarti bebas mlentang-mlentung
Bersama angin dan burung-burung”

Daun kering pun terjaga dari lara
Dengan ria dia menari-nari
Mengitari halaman rumah kami


Gadis Kecil dan Angin

Gadis kecil yang bersahabat dengan angin
Tiba-tiba demam berkeringat dingin

“jangan main dengan angin dulu!”
Pesan ibu
Maka untuk sementara waktu
Gadis kecil dan angin tak boleh ketemu

Siapa yang salah berbuat?
Angin karena bertiup terlalu cepat
Atau gadis kecil yang lupa berjaket hangat
















Sajak Lutfi Faturrahman


Keluarga Ayam

Bapaknya ayam telah berpamitan
Dengan gagahnya pada keluarganya
Meninggalkan sang istri dan dua
Anaknya tercinta

Dua belas jam lewat sudah….
“Mah….saya lapar….”
Rintih si bungsu pada ibunya
“nanti Tong…nunggu bapakmu
Pulang!”

Selang dua jam bapak RTnya ayam
Datang bertamu
“maaf bu….satu jam yang lalu kami
Mendengar teriakan seorang warga
Yang dikejar musang. Ternyata itu
Teriakan suami ibu. Kami menyesal
Tidak mampu menolongnya, hingga
Musang itu pergi

Sebelum meninggal, bapak sempat
Berpesan memberikan jantungnya
Buat makan malam anak-anak,
Ujarnya sebelum meninggal.

Si ibu hanya bisa terdiam sambil
Menatap jantung yang masih segar














Diam:…

Menyatakan amarah dalam
Teriakan…lalu kembali diam…
Meraung-raung sakit….lalau kembali
Diam…
Menggapai-gapai dahan pegangan
Tak sampai lalu…diam…
Diam ….st….st…diam…
Aku…mungkin masih hidup

Menyatakan takut dalam mata
Mu

Seperti kemarin
Dimana hari sudah usang ditangan
Penaku…
Seperti bulan tadi malam…
Nian saja terdiam, kalut dalam buai
Rusi ku…
Mereka berdua seperti…
Batinku…yang hancur…dalam mata
Mu

Sajak Endang. H

(tanpa judul)

Kuintip dia dalam kesendirian
Dari lubang pintu yang sebentar saja
Menjelma dunia kecil
Dingin dan siapa bisa mengenalnya

Perlahan dia bangkit
Membuka selimut
Lalu kududuk menatap jendela
“bayangku, masalahku
kusimpan di luar saja”

siapa manis
siapa di luar sana
siapa pula mengetuk pintu
dan siapa yang mau menghirup udara di dekatku

kuintip dia dari lubang kunci
kusuruh pulang sendiri
Sajak Tina. M

Arti Persahabatan

Sahabat, kau tak akan pernah hilang
Dari ingatanku
Suka duka kita lalui bersama
Saling berbagi akan asa dan impian

Kau ada disaat aku suka
Kau di sampingku saat duka
Disaatmu terjatuh
Aku setia di dekatmu

Hari-hari terbaik yang pernah kita lalui
Begitu indah bagiku
Membuatku tak akan pernah melupakanmu

Kepergianku jangan membuatmu bersedih
Jangan pula menangis karena kau
Tak sanggup melupakanku
Jangan kau tangisi perpisahan ini
Jadikanlah hal ini kenangan
Bagi kita
Kenangan tentang arti persahabatan
Yang pernah kita lewati bersama


Kepergianmu

Ketegaran yang kau miliki
Kini kian menghilang
Disaatku menatapmu
Kau terdiam
Hanya kebisuan yang mendera

Langkah diriku berhenti
Ketika kau pergi
Meninggalkan
Untuk selama-lamanya






Bangun Pagi

Sinar mentari menembus kamarku
Sinar yang terang dan menyilaukan
Membangunkanku
Dari mimpi indah tidurku

Kicauan burung terdengar merdu
Cuaca pagi yang diselimuti kabut
Membuatku malas untuk
Bangkit dari tempat tidurku

Kini pagi telah menantiku
Agar aku siap bergegas
Untuk menjemput asa dan impian
Masa depan